Minggu, 29 Desember 2013

Artikel ilmiah nilai-nilai filosofi pencak silat

PENERAPAN NILAI-NILAI FILOSOFI PENCAK SILAT TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SISWA/I SEKOLAH DASAR
Johansyah dan Yulinar
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan prilaku siswa-siswi melalui penerapan nilai-nilai filosofi pencak silat dalam pembelajaran muatan lokal tingkat Sekolah Dasar.
Penelitian ini di laksanakan pada bulan Januari 2013, di Sekolah Dasar Negeri Ciparigi, Kota Bogor. Metode ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas, dengan pemberian tindakan awal pembelajaran berupa pengenalan nilai-nilai filosofi pencaksilat beserta contohnya, tahap berikutnya dilakukan tindakan pemberian penghargaan dan hukuman kepada siswa. Tehnik pengambilan data penelitian dilakukan dengan metode observasi terbuka dengan menggunakan format check list dan mencatat kejadian yang terjadi dilapangan selama pembelajaran.
Hasil dari penelitian ini adalah siswa-siswi mengetahui dan memahami nilai-nilai filosofi pencak silat dan terjadinya perubahan prilaku positif yang bertahap dari sebelum pemberian tindakan hingga pemberian tindakan pada siklus 1 hingga siklus 2. Pada siklus 1 prosentase prilaku nilai-nilai filosofi pencaksilat mencapai jumlah 66.66% dari jumlah keseluruhan siswa-siswi dan kenaikan hasil prosentase pada siklus 2 mencapai 100%.
Kata-kata kunci: nilai-nilai filosofi pencak silat, perubahan perilaku

Pendahuluan
Proses pembelajaran muatan lokal pencak silat guru harus dapat mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan/olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, fair play, kerjasama, nilai-nilai filosofi pencak silat dan lain-lain). Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik, mental, intelektual, emosional dan sosial. Guru dituntut tidak hanya mengajarkan gerak dasar dan keterampilan saja, namun guru harus dapat mengajarkan nilai filosofis pencak silat yang ada dalam ajaran falsafah budi pekerti luhur pencak silat. Hal ini sesuai dengan konsep dasar bahwa guru sebagai pendidik karakter.
Kenyataan aktivitas pendidikan jasmani yang ada di Sekolah Dasar SDN Ciparigi Kota Bogor berbeda dari gambaran pembelajaran muatan lokal yang tertulis di atas. SDN Ciparigi adalah sekolah dasar standar nasional yang terletak di dalam perkampungan masyarakat, sekolah ini memiliki siswa lebih dari 300 siswa. Letak sekolah di sekelilingi oleh pemukiman warga.
Perilaku yang terlihat adalah siswa kurang disiplin dengan tidak menghargai waktu dan mengahargai guru. Siswa-siswi tidak langsung berkumpul dan berbaris dilapangan, melainkan yang mereka lakukan adalah berbincang-bincang dan bercanda dengan teman lainnya, siswa tidak menyadari bahwa guru sudah siap berada ditengah lapangan menunggu. Perilaku yang mencerminkan kurang disiplin pun terlihat saat siswa-siswi berpakaian dengan tidak rapih.
Hal inilah yang memicu peneliti untuk memberikan perlakuan kepada siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri Ciparigi Kota Bogor dengan menerapkan nilai-nilai filosofi pencak silat yang ada didalam ajaran nilai-nilai filosofi pencak silat pada aktivitas pembelajaran muatan lokal agar dapat diaplikasikan dilapangan serta dikehidupan sehari–hari oleh semua siswa.
Masalah dapat dirumuskan Apakah penerapan nilai-nilai filosofi pencak silat dalam pembelajaran muatan lokal kelas 4 sekolah dasar dapat merubah perilaku siswa-siswi SDN Ciparigi Kota Bogor?
Landasan Teori
Nilai adalah sesuatu yang diyakini, dipegang dan dipahami secara rasional serta dihayati secara efektif (mendalam) sebagai sesuatu yang berharga dan yang baik untuk acuan hidup dan motivasi hidup nilai seseorang diukur melalui tindakannya. sedang falsafah sebagai kegandrungan mencari hikmah kebenaran serta kearifan dan kebijaksanaan dalam hidup dan kehidupan manusia. Pengertian tersebut berkaitan dengan kata “ phio ” yang berarti love atau kegandrungan dan “ sophia “ yang berarti wisdom atau kearifan dan kebijaksanaan. (Noto;1997;38)
Falsafah pada dasarnya adalah pandangan dan kebijaksanaan hidup manusia dalam kaitan dengan nilai-nilai budaya, nilai sosial, nilai moral dan nilai agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Falsafah budi pekerti luhur menentukan ukuran kebenaran, keharusan, dan kebaikan bagi manusia pencak silat dalam mempelajari, melaksanakan dan menggunakan pencak silat maupun dalam bersikap, berbuat dan bertingkah laku serta merupakan jiwa dan sumber motivasi dalam pelaksanaan dan penggunaan pencak silat, karena itu falsafah budi pekerti luhur merupakan falsafahnya pencak silat.
Ajaran falsafah budi pekerti dijiwai oleh nilai-nilai pencak silat adalah ajaran falsafah budi pekerti luhur diantaranya Taqwa, Tanggap, Tangguh, Tanggon, dan Trengginas..
-     Taqwa berarti beriman teguh kepada Tuhan YME dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
-     Tanggap berarti peka, peduli, antisipatif, pro aktif dan mempunyai kesiapan diri terhadap setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi berikut semua kecenderungan.
-     Tangguh berarti keuletan dan kesanggupan mengembangkan kemampuan.
-     Tanggon (bahasa jawa) berarti sanggup menegakan keadilan, kejujuran dan kebenaran, tangguh, konsisten dan konsekuen memegang prinsip.
-     Trengginas (bahasa jawa) berarti enerjik, aktif, eksploratif, kreatif, inovatif, berfikir kemasa depan (prospektif) dan mau bekerja keras untuk mengejar kemajuan.(Noto).
Istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni,bela diri dan kebatinan. Pencak silat dalah hasil budaya manusia untuk membela atau mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya).

Sedangkan perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak (antonius). Munculnya perilaku manusia didahului oleh adanya suatu rangsangan, kemudian setelah rangsangan itu ditangkap oleh reseptor akan diteruskan ke diskriminator dan selanjutnya dikirim ke efektor (pelaksana) sehingga akhirnya muncul respon berupa perilaku manusia.
Kurikulum muatan lokal menurut surat keputusan Dirjen tahun 1987 adalah kurikulum yang diperkaya dengan materi pelajaran yang ada dilingkungan setempat. Materi pelajaran tersebut dimasuk-masukkan kedalam berbagai bidang studi. (http://www.masbied.com Akses tanggal 12 juni 2013)Dengan kata lain kurikulum muatan lokal adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang bersifat desentralisasi sebagai upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan relevansi terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Sekolah Dasar (SD) adalah jenjang yang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah Dasar ditempuh dalam waktu 6  tahun mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar Sekolah Dasar umumnya berusia & sampai 12 tahun. Menurut Santrock, 1998, anak usia akhir sesungguhnya dikelilingi oleh 3 lingkungan yang berbeda, yakni keluarganya, teman sebayanya dan lingkungan sekolah. Ketiga lingkungan ini membawa dampak yang berbeda-beda terhadap tumbuh kembang anak.
            Perkembangan pembelajaran muatan lokal sudah terlihat sedikit baik dalam pembuatan serta penerapan kurikulumnya, yang harus ditambah adalah perbaikan sikap dan perilaku dari siswa-siswii itu sendiri. Maka dari itu peran guru atau pelatih pencak silat harus terus berani bergerak untuk menyebarkan dan mengamalkan nilai-nilai filosofi pencak silat kepada seluruh khalayak masyarakat dan tentunya melalui bidang pendidikan siswa-siswi pelajar sekolah, baik itu tinggkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, maupun mahasiswa.
Metode Penelitian
            Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil, dan dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Ciparigi Kota Bogor.  Waktu yang dilaksanakan pada penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2013.
            Metode penelitian yang digunakan adalah metode Class Room Research, atau lebih dikenal dengan Penelitian Tindakan Kelas.
Subjek penelitian ini menggunakan  kelas 4 tahun ajaran 2012/2013 dari Sekolah Dasar Negeri Ciparigi Kota Bogor.
Metode Observasi Terbuka (Check List). Peneliti dan kolabor menuliskan kejadian selama pembelajaran sedang berlangsung sesuai dengan Sub Indikator yang tertulis dalam format observasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisa data yang terkumpul dilakukan dengan mencari sumber data dalam penelitian yaitu siswa dan guru / pelatih muatan lokal, dengan jenis data kualitatif naturalistik diperoleh langsung dari observasi.
Hasil
Proses Pelaksanaan Penelitian Tindakan
Siklus 1
Dalam melihat kondisi awal perilaku siswa SDN Ciparigi dilakukan pengamatan selama pembelajaran yang menghasilkan banyak tingkah laku atau perbuatan yang kurang baik, tidak disiplin dan lebih dari setengah kelas siswa yang berperilaku tidak menghargai guru dan sesama teman serta kurang bertanggung jawab (hasil data pengamatan ada pada lampiran 1).
Perencanaan Tindakan
Tujuan yang diharapkan : 1) siswa memahami arti dari nilai-nilai filosofi pencak silat yang dapat diterapkan dalam pembelajaran mulok pencak silat  serta dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi dasar bentuk kepribadian siswa, 2) siswa memiliki kepribadian baik dengan menerapkan nilai-nilai filosofi pencak silat.
Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus 1, jumlah pertemuan dalam tiap pembelajaran dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan, uraian kegiatan pada siklus 1 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.
No.
Tahapan
Sasaran Pembelajaran
1
Pendahuluan
Memberikan materi mengenai :


    1.      Pengertian nilai-nilai filosofi pencak silat


    2.      Menyebutkan nilai-nilai filosofi pencak silat






2
Pemanasan
Pemberian pemanasan mengandung nilai-nilai filosofi pencak silat



3
Koreksi Langsung
Koreksi langsung terjadi selama pemberian materi, saat terjadi perilaku nilai-nilai filosofi pencak silat  atau perilaku tidak terkandung dalam nilai-nilai filosofi pencak silat



4
Penutup
1. Evaluasi di akhir pembelajaran, mendiskusikan tindakan-tindakan yang terjadi selama pembelajaran


2. Membahas nilai-nilai yang telah dipelajari oleh siswa selama pembelajaran


3. Mengangkat siswa/i yang mencerminkan perilaku nillai-nilai filosofi pencaksilat.




Pada pertemuan pertama, pemahaman konsep akan nilai-nilai filosofi pencak silat masih kurang, hal ini dapat dilihat siswa masih kurang menghargai guru dengan datang terlambat kelapangan dan sering terlihat siswa masih berbicara saat guru sedang mencatat kehadiran dan menjelaskan materi. Selama materi berlangsung siswa kurang terlihat berbagi dengan teman dan belum terlihat menghargai teman dengan celotehan dan ejekan yang sering diutarakan, ucapan-ucapan kasarpun masih terdengar walaupun tidak semua siswa yang melakukan. Saat pembelajaran  berlangsung, tidak terlihat dukungan yang diberikan siswa kepada temannya, dan masih terlihat ada batas antara siswa putri dan putra, mereka kurang mau berbagi dan berteman dalam bentuk kelompok, hanya sedikit siswa putra yang mau bergabung dan berbagi dengan siswi putri, dan para siswa tidak menjaga kebersihan lapangan, membuang sampah tidak pada tempatnya.
Pada pertemuan kedua kehadiran siswa dilapangan masih sedikit, hampir sebagian siswa masih terlambat datang kelapangan, pada pertemuan ini guru lebih menekankan pada nilai disiplin kepada siswa agar siswa lebih menghargai waktu. Pemahaman siswa terhadap nilai-nilai filosofi pencak silat belum sepenuhnya terlihat, karena masih banyak terlihat siswa yang mengejek sesama teman, namun saat penjelasan dan evaluasi siswa mendengarkan dengan seksama dan dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru mengenai nilai-nilai filosofi pencak silat. Pada pertemuan ini guru memberikan dua kali koreksi langsung selama jam pembelajaran, namun secara keseluruhan sebagian siswa sudah lebih sigap dalam melaksanakan perintah yang diberikan oleh guru.
Hasil Observasi
Hasil pengamatan yang dilakukan guru, peneliti dan kolaborator selama berlangsungnya pembelajaran memberikan hasil sebagai berikut:
1)    Siswa belum sepenuhnya paham akan nilai-nilai filosofi pencak silat.
2)    Keterlambatan siswa dilapangan masih terlihat.
3)    Ejekan dan ucapan kasar kepada siswa lain masih terjadi.
4)    Berbicara dan bercanda saat guru sedang mecatat kehadiran siswa.
5)    Siswa masih terlihat malu-malu dan tidak percaya diri dalam melakukan gerakan-gerakan silat.
Analisis dan Refleksi
Hasil diskusi dengan kolaborator, maka penelitian ini dilanjutkan pada siklus kedua dengan memperhatikan beberapa hal seperti:
Mengadakan ulasan minggu sebelumnya di sesi pendahuluan  sebelum memulai pembelajaran,
1)    Pengembangan strategi pemberian didalam pemanasan dan juga didalam pemberian materi,
2)    Mengemas pembelajaran dengan mencampurkan kelompok putra dan putri.
3)    Memfokuskan pada kedisiplinan siswa, etika siswa, dan keaktifan siswa.
4)    Memberikan hukuman kepada siswa yang melanggar dan memberikan hadiah kepada siswa yang berkpribadian baik dan aktif.
Siklus 2
Perencanaan Tindakan
Tujuan yang diharapkan:
1)    Siswa memahami arti dari nilai-nilai  folosofi pencaksilat yang dapat diterapkan dalam pembelajaran muatan lokal serta dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi dasar bentuk kepribadian siswa,
2)    Siswa memiliki kepribadian baik dengan menghargai waktu, guru dan siswa lain, dan santun bertutur kata.
Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus 2 ini jumlah pertemuan adalah sebanyak 2 x pertemuan, dengan uraian kegiatan sebagai berikut:
Tabel 2
No.
Tahapan
Pejelasan
1.






2.


3.





4.








Pendahuluan






Pemanasan


Koreksi Langsung





Penutup
-          Mengulas kembali pembelajaran minggu sebelumnya
-          Memberikan materi nilai-nilai filosofi pencak silat mengenai manfaat dan tujuan memiliki sikap taqwa, tanggap, tangguh, tanggon, dam trengginas

Pemberian pemanasan mengandung nilai-nilaifilosofi pencak silat

Koreksi langsung terjadi selama pemberian materi, saat terjadi perilaku nilai-nilai filosofi pencak silat atau bukan nilai-nilai filosofi pencak silat


-      Evaluasi di akhir pembelajaran, mendiskusikan tindakan-tindakan yang terjadi selama pembelajaran
-       Membahas nilai-nilai yang telah dipelajari oleh siswa selama pembelajaran
-       Mengangkat siswa/i yang mencerminkan perilaku nilai-nilai filosofi pencak silat

Pada pertemuan pertama kehadiran siswa sangat sudah semakin baik, hanya sedikit yang datang terlambat, kemajuan perilaku yang ditampilkan siswa sudah semakin terlihat dengan tertibnya siswa dalam sesi pendahuluan. Pemahaman akan nilai-nilai filosofi pencak silat sudah semakin terlihat dari perilaku siswa dalam pemanasan dan selama materi, siswa terlihat bersemangat dan mengikuti gerakan-gerakan yang diberikan oleh guru dari mulai pemanasan hingga pemberian materi, dan saat evaluasi siswa berani mengungkapkan pikiran-pikiran dan menjawab pertanyaan dari guru.  Masih segelintir siswa yang suka mengejek dan berucap kasar, namun sikap inisiatif siswa sudah muncul pada pertemuan pertama ini.
Pada pertemuan kedua siswa putra dan putri sudah semakin akrab dan mau bergabung satu sama lain dalam satu kelompok, siswa bersemangat dalam pemanasan. Sikap inisiatif pun semakin terlihat dan beberapa siswa terlihat ambil aktif selama pembelajaran sehingga menjadi contoh yang baik bagi siswa lainnya. Keaktifan siswa-siswi pun terlihat saat diskusi dalam evaluasi membahas pembelajaran yang tengah berlangsung. Jumlah siswa-siswi yang terlambat sudah semakin berkurang pada tiap minggunya.
Hasil Observasi
Hasil dari pengamatan yang diperoleh selama berlangsungnya pembelajaran dalam siklus kedua dapat dijabarkan dengan hasil sebagai berikut:
1)    Hampir semua siswa-siswi memahami nilai-nilai filosofi pencak silat, pemahaman ini dapat dilihat dari siswa-siswi bersikap dan berperilaku baik ucapan maupun perbuatan, inisiatif-inisiatif dan keaktifan yang sering ditunjukan,
2)    Lebih menghargai waktu dengan tidak datang terlambat, jumlah siswa yang terlambat semakin berkurang, lebih menghargai guru dengan bersikap tenang dan tertib saat guru berbicara, dan menghargai teman dengan membantu teman dan mendukung teman selama dalam pembelajaran.
3)    Terlihatnya kemampuan siswa dalam memimpin teman-temanny, terlihat selalu bersemangat dalm mengikuti pelajaran, siswa terlihat berani mengakui kesalahan
Analisis Refleksi
Usai siklus kedua guru, peneliti dan kolaborator mendiskusi pengamatan yang telah dilakukan selama siklus kedua dan menghasilkan perbedaan hasil yang lebih baik dari siklus pertama. Berikut adalah data berupa diagram yang dapat dilihat perbandingan hasil prilaku siswa dari observasi awal, lalu masuk pada pemberian tindakan dalam siklus 1 hingga pada hasil siklus 2.
Pada observasi awal hanya 29,16 % dari jumlah keseluruhan siswa yang berperilaku nilai-nilai filosofi pencak silat, siswa yang memiliki cerminan nilai-nilai dari taqwa, tanggap, tangguh, tanggon dan trengginas. Pada siklus 1 diberikan tindakan berupa menerapkan nilai-nilai filosofi pencak silat kedalam pembelajaran muatan lokal dalam bentuk penjelasan mengenai niai-nilai filosofi pencak silat dipendahuluan pembelajaran, koreksi langsung selama pembelajaran, dan evaluasi dengan mengulas perilaku siswa selama pembelajaran dan menghasilkan peningkatan sebanyak 37,5% dari observasi awal menjadi 66,66%. Pada siklus kedua dilakukan tindakan yang sama seperti siklus 1 hanya ditambah review (ulasan) dan tindakan sebuah penghargaan dan hukuman. Pada pendahuluan pembelajaran dan siklus kedua menghasilkan perubahan perilaku sebanyak 100% dengan menghasilkan peningkatan perilaku niai-nilai filosofi pencak silat sebanyak 70,84 % dari observasi awal.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan yang disajikan dari hasil analisa data selama pemberian tindakan yaitu berupa penerapan nilai-nilai filosofi pencak silat  dalam pembelajaran muatan lokal pada siklus 1 hingga siklus 2 terjadinya perubahan perilaku pada siswa-siswi yang cukup meningkat, hal ini dapat dilihat dari perbandingan hasil pengamatan pertama, hasil siklus 1 hingga pada hasil pengamatan pada siklus 2.
Hasil dari perubahan pada perilaku siswa-siswi sesuai dengan apa yang diharapkan dari tujuan penelitian ini yaitu, siswa-siswi menghormati guru dan teman lainnya, lebih disiplin dan menghargai waktu dengan berkurangnya jumlah siswa yang terlambat datang ke lapangan, berkurangnya ejekan-ejekan dan kata-kata kasar, siswa-siswi bersemangat, aktif dan enerjik selama  pembelajaran, berperilaku baik, pantang menyarah dan terjadinya hubungan yang harmonis, peduli antar siswa dan siswi.

DAFTAR PUSTAKA
Harsuki. (2003). Perkembangan Olahraga Terkini. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Johansyah L. (2000), Panduan praktis Pencak Silat. Jakarta: Raja Grafindo.
Josef Matakupan. (1991). Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Dinas Pendidikan dan Pengajaran.
Kerlinger, Fred. (1992). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT.Raja Grafindo.
M. Otok Iskandar dan Soemardjono, (1992) Pencak Silat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Nurul Zuriah. (2008) Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perpektif Perubahan. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Notosoejitno. (1997) Khazanah  Pencak Silat. Jakarta : Sagung Seto.
O’ong Maryono (1999), Pencak Silat Merentang Waktu, Yogyakarta : Galang Press.
Ratna Dahar. (1991). Teori-teori Belajar. Bandung: Gelora Aksara Pratama..
Rusli Lutan. (2001). Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat Pemberdayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Olahraga.
Saifuddin Azwar. (2008). Sikap Manusia dan Teori Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samsudin. Pembelajaran. (2008). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.Jakarta : Prenada Media Grup.           
Sudibyo Setyobroto, (1989) Psikologo Olahraga, Jakarta : PT Anem Kosong Anem.
Sumardianto. (2000). Sejarah Olahraga. Departemen Pendidikan Kebudayaan.
Suranto, Heru. (1993) Materi Pokok Pengetahuan Umum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Pedoman Fair Play Olimpiade Olahraga Siswa Nasional-I (OOSN-I)           Sekolah Dasar. DepdiknasTahun 2008
Teaching Values, an Olympic Education Toolkit. IOC.2007
http://www.curriki.org/xwiki/bin/view/Blog_szakaria/PenulisanButirSoal
http://binoracom.wordpress.com/2009/05/14/fair-play-sarana-pendidikan-
              karakter-anak-sd/
http://www.google.id/konifile.org/seminar olympism oleh Imam Suyudi”.Jakarta 2008.
http://www.bahtera.org/kateglo/mod=dictionary&action=view&phrase=hormat
http://pepak.sabda.org/pustaka/040420/ (Tanggung Jawab)
http://tdclass.blog.plasa.com/2008/05/12/definisi-persahabatan-menurut-wikipedia/
http://lead.sabda.org/disiplin_anak_dalam_keluarga
http://www.mailarchive.com/rezaervani@yahoogroups.com/msg02931.html
http://one.indoskripsi.com/karakteristik siswa smp/penjaskes/
http://www.integral.sch.id. Disiplin Siswi di Sekolah
http://id.wikipedia.org/wiki/sekolahdasar.
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi.php?keyword=sekolah&varbidang=all&vardialek
http://antoniusfelix-shared.blogspot.com/2008/10/definisi/persepsi.html
http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-prilaku.html

http://www.masbied.com/2010/02/20/pengembangan-kurikulum-muatan-lokal-di-sekolah

Sabtu, 28 Desember 2013

BUKU PENYUSUNAN PROGRAM LATIHAN



PENDAHULUAN
Dr. Johansyah Lubis, M.Pd

Perencanaan latihan tahunan adalah alat untuk mengarahkan latihan selama satu tahun dengan tujuan yang sangat spesifik atau dengan katalain perencanaan latihan adalah guide latihan yang direncanakan menuju penampilan yang terbaik pada sebuah kompetisi, penampilan puncak yang diharapkan adalah meningkatkan prestasi atau penampilan seorang atlet dengan memaksimalkan adaptasi fisiologis.
Tujuan perencanaan latihan adalah : 1) Merangsang adaptasi fisiologis yang maksimal pada waktu yang ditentukan selama masa kompetisi utama; 2) Mempersiapkan Atlet pada level kesiapan yang kompleks dalam membangun keterampilan, kemampuan biomotor, ciri-ciri psikologis, dan mengatur tingkat kelelahan;
Tercapainya tujuan perencanaan latihan yang diinginkan maka latihan harus direncanakan dan dibangun dengan logis serta dilakukan melalui tahapan yang berjenjang. Tantangan yang terbaik adalah puncak penampilan atlet yang dicapai secara logis dalam kurun waktu yang direncanakan. Target yang dicapai secara logis tersebut dapat dibuat langsung oleh pelatih, jika yang dilatih adalah atlet yang belum punya pengalaman, mengingat informasi yang diperoleh sangat sedikit,  akan tetapi untuk atlet yang dilatihnya sudah berpengalaman maka komunikasi sangat penting dalam menyusun perencanaan tersebut.  
Perencanaan latihan bukanlah sesuatu hal yang baru, tetapi banyak orang yang kurang familiar dengan perencanaan latihan atau tidak memahaminya. Asal periodisasi memang  tidak diketahui, tetapi konsep perencanaan latihan diketahui sudah lama, bahkan dibeberapa referensi dikatakan perencanaan latihan telah dimulai jauh sebelum era Yunani kuno.  Dari studi kepustakaan menunjukan bahwa Galen (129 – 199 AD), adalah sebagai orang pertama yang telah mencoba menuangkan pemikirannya ke dalam serangkaian karya tulis mengenai periodisasi latihan. Galen sendiri adalah dokter pribadi kaisar Marcus Aurelius dan juga sebagai dokter untuk para Gladiator di Roma saat itu. 

        
    Pada masa itu Galen sudah memikirkan bagaimana agar para Gladiator dapat memiliki penampilan tertinggi pada saat yang ditentukan.  Kemudian ia mulai mengelompokkan dalam beberapa kelompok, yaitu melatih otot dengan tidak melibatkan daya ledak (angkat besi dan menggali), penggunaan gerakan-gerakan cepat melalui formasi gerakan senam dan bentuk latihan berkarakter peningkatan daya ledak otot, hal yang ratusan tahun kemudian dikenal sebagai latihan-latihan plyometric.


Legenda lain dalam catatan sejarah mengenai perencanaan latihan adalah Flavius Philostratus (170 – 245 AD). Ia berdasarkan catatan sejarah, banyak menulis catatan mengenai perencanaan latihan, salah satu karyanya “Handbook for the Athletics Coach and Gymnasticus” mengajarkan tentang bagaimana mempersiapkan diri menghadapi kompetisi termasuk memberikan pengertian tentang pentingnya pemulihan / recovery. (Bompa, 1999).
Kompetisi di eropa mulai abad ke 20, dimana rencana periodisasi menjadi lebih canggih, puncaknya dimana Negara Jerman pada olimpic games tahun 1936, dimana pelatih membuat perencanaan latihan 4 tahunan. Setelah perang dunia ke II, Soviet memulai sebuah program olahraga yang didanai khusus dari pemerintah dimana dengan mempergunakan atlet sebagai alat politik propaganda. Tahun 1965, Lenoid P. Matveyev, seorang ilmuan olahraga Rusia mempublikasikan sebuah model perencanaan latihan tahunan berdasarkan hasil kuesioner yang ditanyakan kepada atlet Rusia saat mereka berlatih sebelum olimpiade Helsinki, Finlandia tahun 1952.
Hasil temuan Metveyev adalah latihan yang diterima oleh atlet Rusia menghasilkan model rencana pelatihan tahunan yang dibadi menjadi fese, sub-fase dan siklus latihan yang akhirnya dikenal dengan model periodisasi klasik. Akan tetapi model klasik yang sebenarnya dapat dianggap sebagai karya Philostratus pada tahun 1950an dan 1960an. Ilmuan Rusia, Jerman, Rumania dan Hungaria menerbikan buku olahraga tentang evolusi periodisasi dari zaman kuno sampai periodisasi pasca perang dunia II, sementara Negara barat lainnya sedikit terlambat untuk mengadopsi konsep periodisasi (Bompa, 1999;126)

Perkembangan periodisasi mengalami perkembangan yang sangat progresif, dimana struktur satu fase kompetisi sekarang sudah mengalami perubahan, diantaranya dua kompetisi utama pertahun (bi-cycle plans), atau bahkan tiga kompetisi utama pertahun (tri-cycle plans)
Periodisasi latihan dapat diuji dalam konteks dua aspek penting latihan, yaitu :
1.    Periodisasi membagi perencanaan latihan tahunan kedalam fase-fase latihan terkecil, membuatnya mudah untuk direncanakan dan mengatur program latihan, serta memastikan bahwa penampilan puncak dapat diraih pada saat semua kompetisi utama (bi-cycle plans maupun tri-cycle plans)
2.    Struktur periodisasi dari fase latihan targetnya adalah kepada peningkatan kemampuan biomotor, dimana memungkinkan atlet membangun tingkatan tertinggi dari kemampuan kecepatan, kekuatan, power, kelincahan, dan tingkat dayatahannya
Hampir semua cabang olahraga, program latihan tahunan dibagi menjadi tiga Fase utama: Persiapan, Pertandingan, dan Transisi. Fase persiapan dan pertandingan dibagi menjadi dua sub-fase, dimana diklasifikasi menjadi umum dan khusus karena mempunyai mempunyai tujuan dan tugas yang berbeda. Jadi pada pase persiapan terdapat pase persiapan umum dan pase periapan khusus, sedangkan pada pase pertandingan terdapat pase pra-pertandingan dan pertandingan utama.



PROGRAM LATIHAN TAHUNAN
Pase latihan
Persiapan
Pertandingan
Transisi
Sub-pase
Persiapan Umum
Persiapan Khusus
Pra Komp
Komp Utama

Siklus Makro










Siklus Mikro





































































Gambar 1.4.   Pembagian Perencanaan Tahunan kedalam Fase dan siklus latihan

b. Mengenal Terminologi periodisasi
Terminologi periodization adalah berasal dari kata period, yang dapat menggambarkan porsi atau pembagian waktu. Periodisasi adalah metode dimana latihan dibagi kedalam bagian terkecil, mudah mengatur bagian-bagian latihan yang memiliki tipe-tipe tersendiri, dimana bagian-bagian tersebut disebut sebagai fase-fase latihan.
Dari beberapa teori tentang perencanaan periodisasi latihan yang dipublikasikan, berdasarkan rentangan waktu tiap tahapan dan karakteristiknyanya, dapat dikelompokkan dalam tiga variasi model periodisasi program latihan yaitu:
1.    Terminologi Tradisional Amerika
2.    Terminologi Tradisional Eropa
3.    Terminologi Amerika yang keluar dari pakem
Gambar 1.5. Berbagai terminilogi periodisasi


  1. Terminologi Tradisional Amerika
Terminology tradisional Amerika membagi program latihan tiap tahun menjadi tiga tahapan utama yaitu : off-seasson, pre-seasson, dan in-seasson
Off-seasson; tahapan latihan ini dimulai setelah berakhirnya musim kompetisi dan berakhir seiring dengan dimulainya latihan-latihan untuk musim kompetisi berikutnya. Lamanya tahapan ini ditentukan oleh lamanya musim kompetisi pada cabang olahraga tertentu. Implikasi pada off-seasson adalah bahwa tidak ada pengembangan karena latihan kondisi fisik dan skill mengalami penurunan yang signifikan, dengan karakteristik latihannya adalah intensitas sedang dengan volume latihan yang rendah sampai sedang.
Pre-seasson: Tahapan latihan ini dimulai seiring dengan dimulainya latihan-latihan yang serius menghadapi musim kompetisi berikutnya dan berakhir begitu dimulainya musim kompetisi. Latihan pada tahap ini adalah latihan-latihan khusus yang sesuai dengan karakteristik dari cabang olahraga. Rentangan waktu pada tahap pre-seasson berhubungan erat dengan lamanya musim kompetisi. Pada tahap ini volume latihan yang tinggi dengan intensitas yang rendah dalam pembentukan kondisi fisik dan teknik. Tujuan tahapan ini adalah tercapainya tingkatan tertinggi dalam hal kondisi fisik atlet berikut pengembangan skill yang dibutuhkan pada cabang tersebut, mendekati musim kompetisi maka intensitas latihan meningkat dengan diturunkan volume latihan, volume latihan teknik di akhir tahapan ini meningkat.
In-seasson; tahapan ini dimulai saat dimulainya kompetisi dan berakhirnya saat pertandingan terakhir di musim kompetisi. Cirri utama pada masa in-seasson ini adalah rendahnya volume latihan dan menjaga intensitas latihan.

  1. Terminologi tradisional Eropa
Setara dengan fase pre-seasson pada terminology tradisional Amerika, pada terminology tradisional eropa kita mengenal fase Persiapan dan transisi pertama, dimana Intensitas latihan mengalami peningkatan dan volume latihan diturunkan perlahan.
Fase Kompetisi: setara dengan fase in-seasson pada terminology tradisional amerika dan transisi kedua setara dengan off-seasson. Pada fase kompetisi di terminology eropa ini latihan yang diberikan mengalami peningkatan intensitas sampai menjelang pertandingan.
 
  1. Model lain yang berkembang selain yang diatas, dapat dilihat pada gambar dibawah ini, yaitu menggambarkan model yang berbeda dari perencanaan latihan tahunan. menampilkan perencanaan latihan tahunan yang disampaikan oleh Matveyev. Dan model perencanaan latihan tahunan yang disampaikan masih di sampaikan oleh beberapa penulis, khususnya di Amerika serikat. Perhatian khusus dalam mengungkapkan karakteristik seperti dibawah ini:
1.      Monocycle ini cocok untuk olahraga musiman dengan satu pertandingan utama.
2.      Model latihan berdasarkan kepada kekhususan latihan untuk kecepatan dan olahraga-olahraga power seperti lari sprint, lompat, dan lempar yang merupakan nomor-nomor dalam cabang olahraga atletik.
3.      Curva volume dan intensitas latihan mungkin tidak cocok untuk olahraga yang dominan dayatahan.



Tahap persiapan dan tahap pertandingan pada perencanaan latihan tahunan ditandai dengan beberapa karakteristik yang spesifik. Pada tahap persiapan sampai awal tahap pertandingan, volume latihan ditekankan pada intensitas rendah sesuai dengan cabang olahraganya. Saat masa persiapan kuantitas kerja sangat tinggi sementara intensitas kerja rendah. Pada saat masa pertandingan semakin dekat, volume latihan menurun sementara curva intensitas meningkat, Pada masa pertandingan penekanan yang lebih tinggi pada intensitas latihan atau kualitas dari kerja. Tipe dari model satu puncak (monocycle) ini adalah cocok untuk cabang olahraga yang dominan menggunakan kecepatan dan power karena pada saat grafik volume latihan menurun kelelahan juga akan turun dan latihan dapat ditekankan pada pengembangan kecepatan dan power.
Sedangkan untuk olahraga yang dominan menggunakan metabolisme aerobik atau dimana kontribusi bioenergetiknya adalah 50%-50% (anaerobic/aerobic), volume latihan harus tinggi selama masa pertandingan, untuk itu model perencanaan latihan tahunnya akan berbeda.
Saat kerja atau latihan pada olahraga yang mempunyai dua sesi yang terpisah, seperti atletik, dimana mempunyai sesi pertandingan di dalam dan di luar ruangan, maka harus menggunakan model perencanaan latihan dengan dua puncak atau bi-cycle. Gambar 4. di bawah memberikan contoh rencana latihan tahunan dengan bentuk bi-cycle yang mencakup tahapan-tahapan sebagai berikut :
·      Phase persiapan I: adalah tahap persiapan pertama, dimana harus lebih panjang, berlangsung kurang lebih selama 3 bulan dan di bagi menjadi persiapan umum dan khusus.
·      Phase pertandingan I: phase pertandingan pertama, berlangsung selama 2½ bulan dan membawa atlet pada penampilan puncaknya.
·      Phase Transisi II: Phase transisi pertama berlangsung kira-kira 1 sampai 2 minggu dan ditandai dengan periode unloading untuk memulihkan atlet. Phase ini akan membawa pada phase persiapan kedua.
·      Phase Persiapan II: Berlangsung kurang lebih 2 bulan, latihan untuk persiapan umum lebih pendek dari pada latihan untuk kesiapan khususnya.
·      Phase Pertandingan II: waktunya lebih panjang sekitar 3½ bulan, dan membawa atlet pada penampilan puncaknya.
·      Phase Transisi II:  berlangsung selama kurang lebih 1½ bulan dan dipakai untuk memulihkan kondisi atlet. Pase ini berhubungan dengan program latihan tahun berikutnya.
Gambar 1.7. Rencana latihan bi-cycle untuk olahraga (atletik) dimana kecepatan dan power dominan.

   Untuk olahraga seperti tinju, gulat, dan senam yang mempunyai tiga pertandingan penting (misalnya kejuaraan nasional, babak kualifikasi, dan pertandingan puncaknya) menggunakan program latihan tahunan menggunakan tiga puncak (tri-cycle), yang mencakup tahapan-tahapan sebagai berikut :
·      Phase Persiapan I: phase terlama dengan waktu kurang lebih 2 bulan, berisi persiapan umum dan khusus.
·      Phase pertandingan I: Phase pertandingan terpendek yaitu berlangsung selama 1½ bulan.
·      Phase Transisi I: phase terpendek merupakan penghubung phase kompetisi pertama dan phase persiapan kedua, periode pemulihan atlet.
·      Phase Persiapan II: lebih pendek dari phase persiapan pertama sekitar 1½ bulan, hanya berisi persiapan khusus.
·      Phase Pertandingan II: waktunya lebih panjang dari phase pertandingan pertama sekitar 1¾ bulan.
·      Phase Transisi II: berisi periode pemulihan singkat yang memungkinkan atlet pulih dari pertaningan.
·      Phase Persiapan III: phase persiapan yang singkat berlangsung sekitar 1½ bulan dan hanya berisi pahase persiapan khusus saja.
·      Phase Pertandingan III: Phase pertandingan yang lebih panjang dari persiapan sebelumnya (-2 bulan). Karena phase ini puncak prestasi atlet harus muncul pada pertandingan puncak yang diinginkan.
·      Phase Transisi III: phase transisi terpanjang sekitar 1 bulan, memiliki peran yang penting dalam mendorong pemulihan dan mempersiapkan untuk program latihan tahun berikutnya.
   
   
Gambar 1.8. Program latihan tahunan dengan tiga puncak (tri-cycle)
Selain itu ada juga beberapa olahraga yang mempunyai 4 pertandingan penting, (Gambar 6) situasi pertandingan yang seperti ini membutuhkan persiapan yang panjang, dan biasanya atlet yang berpengalaman mampu melakukannya tidak untuk atlet muda yang perlu mempersiapan terlebih dahulu.

Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Tipe latihan
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4



























Gambar 1.9. Program latihan tahunan empat puncak, 1=Phase Persiapan; 2=Intensifikasi atau latihan khusus untuk pertandingan; 3=unloading untuk superkompensasi; 4=pemulihan

Menyeleksi Dalam menyusun program latihan
Pelatih harus mempertimbangkan kesiapan atlet untuk menghadapi jadwal pertandingan yang intensif, dengan menggunakan panduan sebagai berikut :
·      Monocycle sangat dianjurkan sebagai dasar model program latihan tahunan untuk atlet pemula dan junior, yang mempunyai persiapan yang panjang untuk mengembangkan fondasi teknik dan taktik serta elemen fisik. Model ini sangat cocok untuk olahraga yang dominan kemampuan biomotornya adalah dayatahan (rowing, sepeda, lari jarak jauh, dll).
·      Bi-cycle biasanya digunakan untuk atlet senior atau elit atlet, yang akan mengikuti kualifikasi kejuaraan nasional, dimana phase persiapan lebih panjang dari phase yang lainnya.
·      Multi Puncak digunakan untuk atlet yang berpengalaman atau atlet level internasional, kiranya atlet ini sudah mempunyai fondasi yang mantap yang memungkinkan mereka mengatasi program latihan dengan tiga puncak atau lebih.
Tabel 1. Pedoman untuk distribusi minggu untuk setiap phase latihan dalam tipe klasik program latihan tahunan.

Struktur Program Latihan Tahunan
Jumlah minggu per-siklus
JUMLAH MINGGU PER PHASE
Persiapan
Pertandingan
Transisi
Monocycle
52
≥32
10-15
5
Bi-cycle
26
13
5-10
3
Tri-cycle
17-18
≥8
3-5
2-3